Select Menu

Headline

Pengumuman Sekolah

Kegiatan

Prestasi

Artikel

kota

Informasi

Kewenangan Pengelolaan Guru Jadi Urusan Bersama

sdn03kalitorong.com-Direvisinya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan kewenangan pengelolaan guru sebagai urusan bersama, antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, persoalan kekurangan guru dan belum meratanya distribusi guru akan segera dapat diatasi.

Demikian disampaikan Mendikbud, Mohammad Nuh, disela-sela kunjungan kerjanya di Bengkulu, Minggu (9/02/2014). Dijelaskan Mendikbud, sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 1999 maka sebagian kewenangan pemerintah pusat diserahkan ke daerah, termasuk pengelolaan guru. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak keluhan dari daerah terkait dengan pengelolaan guru tersebut, antara lain, terdapatnya kesulitan melakukan perpindahan guru.

"Hal ini mengakibatkan banyak daerah yang kekurangan guru, tetapi di lain pihak ada daerah yang kelebihan guru. Selain itu, guru juga rentan terhadap intervensi politik," jelasnya.

Mendikbud mengatakan, persoalan guru di Indonesia bukan hanya menyangkut ketersediaan guru, melainkan juga persoalan distribusi yang belum merata. Perbandingan atau rasio murid dan guru di Indonesia sebenarnya sudah cukup ideal, yakni 1:15-16. Belum meratanya distribusi guru bukan hanya menyangkut persoalan kewilayahan, tapi juga ketersediaan guru bidang studi.

Untuk mengatasi kondisi tersebut maka Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud, Kemdagri, dan Kementerian PAN dan RB sepakat melakukan revisi terhadap UU Pemerintahan Daerah tersebut. Revisi tersebut antara lain terkait dengan pengaturan kembali kewenangan pengelolaan guru.

“Persoalan distribusi guru sulit diserahkan ke daerah, karena tidak ada unsur "pemaksanya",” ujar Mendikbud. Tapi kalau persoalan distribusi guru dijadikan kewenangan pusat maka akan lebih mudah mengaturnya. Dijelaskan Mendikbud, proses tidak boleh tergantung kepada input karena apabila input-nya rendah dan prosesnya jelek maka output-nya akan jelek. “Ini yang harus dibenahi dengan menempatkan guru-guru yang bagus ke daerah-daerah yang kurang bagus”, tegas Mendikbud. (Taufik Dahlan)

Sarjana Pendidikan Harus Tetap Ikut PPG

sdn03kalitorong.com -Untuk menjadi seorang guru profesional, lulusan fakultas keguruan dengan gelar sarjana pendidikan (S.Pd) tetap wajib mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). Seperti halnya Sarjana Kedokteran (S.Ked), seorang S.Ked belum menunjukkan profesi dokter tetapi baru gelar akademik.

"Begitu juga halnya dengan sarjana farmasi, tidak identik dengan apoteker. Karena itu, seorang lulusan bergelar S.Pd baru dapat disebut sebagai guru setelah mereka mengikuti PPG," demikian disampaikan Mendikbud, Mohammad Nuh, di sela-sela kunjungan kerjanya, di Bengkulu, Minggu (9/2).

Dengan berprofesi sebagai guru maka mereka akan mendapatkan tunjangan profesi. “Jadi jangan keliru, bukan S.Pd-nya yang dihapus”, ujar Mendikbud. Untuk mencapai kondisi tersebut, dikatakannya, diperlukan masa transisi sampai 2015.

Ditambahkan Mendikbud, saat ini Pemerintah sedang melakukan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan revisi ini maka permasalahan yang terkait dengan pendidikan, termasuk pengelolaan guru yang selama ini menjadi bagian otonomi daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota akan ditinjau kembali.

Khusus permasalahan Pendidikan, dalam revisi yang sedang disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri, diungkapkan Mendikbud, sudah disepakati di level pemerintah pusat, bahwa persoalan pendidikan tidak lagi diotonomikan tetapi menjadi menjadi urusan bersama, antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat. “Ini dasar yang akan kita jadikan payung, kalau sekarang kita tidak bisa serta merta menariknya ke pusat karena guru juga dalam komponen pendidikan’, ujar Mendikbud.

Ditambahkan Mendikbud, dari 8 SNP (standar nasional pendidikan), nanti akan dibagi-bagi mana yang menjadi urusan daerah, mana yang jadi urusan pusat dan mana yang menjadi urusan bersama. Sebagaimana diketahui SNP, meliputi delapan hal, yaitu, (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, (8) Standar Penilaian Penilaian. “Standar isi, proses, dan kompetensi lulusan merupakan bagian dari kurikulum sehingga tetap menjadi kewenangan pusat”, tegas Mendikbud. (Taufik Dahlan)

Seleksi Peserta Didik Baru Berdasarkan Nilai Akademik dan Faktor Wilayah

sdn03kalitorong.com -Memasuki akhir Tahun Pelajaran 2013/2014, masing-masing satuan pendidikan mulai menyiapkan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Untuk mendaftar ke jenjang yang lebih tinggi, sekolah dapat menyeleksi peserta didik berdasarkan nilai akademik dan pertimbangan kewilayahan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, pertimbangan nilai akademik menjadi cara seleksi utama dalam PPDB, terutama dari jenjang SD ke SMP. Sekolah, kata dia, tidak dianjurkan untuk menggunakan tes masuk. “Seleksi dan tes itu berbeda. Yang diperbolehkan itu seleksi, bukan tes,” katanya saat menggelar jumpa pers di Kantor Kemdikbud, Kamis (13/02/2014).

Mendikbud menjelaskan perbedaan antara tes dan seleksi. Tes, merupakan model seleksi yang digunakan tanpa mempertimbangkan latar belakang yang sudah ada. Sedangkan seleksi, jelasnya, lebih fleksibel karena bisa menggunakan variabel yang sudah dimiliki siswa.

“Kalau digunakan cara tes, ketika siswa gagal mereka akan kemana? Karena swasta juga pakai tes. Kalau gagal dua-duanya, apakah mereka harus berhenti sekolah?” tanyanya, mengingat SD dan SMP masih masuk dalam wajib belajar menurut undang-undang. Untuk itu, seleksi berdasarkan nilai akademik lebih dipertimbangkan.

Apabila terdapat kasus dimana ada dua atau lebih siswa dengan nilai yang sama, kata Mendikbud, sekolah bisa menggunakan variabel jarak tempat tinggal siswa ke sekolah. “Yang diutamakan yang paling dekat dengan sekolah. Agar biaya yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi,” katanya.

Mendikbud menambahkan, seleksi dengan nilai akademik juga mendorong kredibilitas sekolah. Dengan persaingan nilai akademik, sekolah akan terus meningkatkan kualitasnya sehingga level batas penerimaan siswa barunya akan ikut meningkat.

Agar penerimaan siswa baru bisa seragam di semua sekolah, Mendikbud akan mengeluarkan surat edaran tentang PPDB pada awal Maret mendatang. “Akhir Februari atau awal Maret saya akan mengeluarkan peraturan penerimaan siswa baru. Ini untuk menumbuhkan saling percaya dan kredibilitas,” katanya. (Aline Rogeleonick)

Tes Masuk SD Dilarang!

sdn03kalitorong.com - Ketentuan penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan sederajat hanya dilakukan berdasarkan usia, bukan berdasarkan hasil tes masuk. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan, Musliar Kasim kembali menegaskan pelarangan terhadap tes masuk SD/MI dan sederajat, baik berupa tes calistung (membaca, menulis dan berhitung), tes psikologi, atau segala bentuk tes apapun.

Wamendik Musliar Kasim mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, tidak dibenarkan bagi SD untuk melakukan tes dalam bentuk apapun terhadap anak-anak yang akan masuk SD.

“Anak masuk SD itu diasumsikan belum bisa calistung,” ujarnya saat menjadi narasumber di Program Suara Anda MetroTv, di Jakarta, pada Kamis malam (13/2/2014).

Ia menjelaskan, PP tersebut menyatakan pemerintah harus menyediakan layanan pendidikan untuk anak usia 6-12 tahun. Kemudian pada Pasal 69 ayat 5, disebutkan bahwa penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. Sehingga jelas, untuk masuk SD, tidak dibenarkan adanya tes masuk dalam bentuk apapun. PP No.17 tahun 2010 juga menyebutkan bahwa syarat diterimanya seorang anak di tingkat sekolah dasar hanya berdasarkan usia.

Untuk mengantisipasi terjadinya pemberlakuan tes masuk SD/MI dan sederajat, ia mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kerap melakukan imbauan ke daerah-daerah, terutama kepada dinas pendidikan dan kepala sekolah.

“Kembali kita ingatkan kepada sekolahnya. Kalau perlu kita buat surat kepada kepala dinasnya agar menegur kepala sekolah yang melakukan tes masuk SD,” katanya.

Musliar menjelaskan, Kemdikbud hanya bisa melakukan tindakan berupa peneguran terhadap dinas pendidikan dan kepala sekolah yang menerapkan tes masuk SD. “Kita tidak bisa mengeluarkan keputusan supaya kepala sekolahnya diberhentikan. Itu adalah wewenang pemerintah daerah. Orang tua juga bisa mengadu ke dinas pendidikan, bisa melakukan protes,” ujar mantan Rektor Universitas Andalas Padang itu.

Dikhawatirkan, jika Kemdikbud memberikan sanksi terhadap sekolah sebagai institusi pendidikan, misalnya penurunan akreditasi atau pemberhentian atau pengurangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), akan berdampak terhadap peserta didik dan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sedangkan untuk sanksi terhadap kepala sekolah hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat (Kemdikbud). (Desliana Maulipaksi)

Galeri